GALAMEDIA - Militer Myanmar menggunakan senjata mematikan yang biasa digunakan di medan perang, untuk menumpas pengunjuk rasa terhadap kudeta bulan lalu.
Diketahui sebelumnya, bahwa Junta Militer telah mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari 2021, serta menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi. Hal tersebut dapat membuat ratusan orang sipil Myanmar turun ke jalan, untuk mengadakan protes terhadap kudeta tersebut.
Dilansir Galamedia dari Antara pada Kamis, 11 Maret 2021, Organisasi Hak Asasi International, Amnesty International mengabarkan bahwa banyak pelanggaran HAM yang terjadi atas peristiwa tersebut.
Amnesty mengatakan telah membuktikan lebih dari 50 video pembunuhan yang dilakukan oleh militer Myanmar. Seperti yang dicatat oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), militer Myanmar telah membunuh sedikitnya 60 pengunjuk rasa.
Aamnesty International juga mengatakan, bahwa masih banyak dokumentasi pembunuhan, yang dimana eksekusi tersebut berada di luar hukum.
Untuk memintai klarifikasi terhadap hal tersebut, pihak Reuters mencoba menghubungi pihak Junta Militer. Akan tetapi, sayangnya pihak Junta Militer tidak dapat dimintai keterangan terkait kasus tersebut.
Selain itu, Amnesty International juga menduga bahwa tentara Myanmar menggunakan senjata di medan perang untuk membunuh para pengunjuk rasa tersebut.
Baca Juga: 11 Maret 1986: Persib Kembali Juara Setelah 25 Tahun Kalahkan Perseman Manokwari 1-0