Baca Juga: Ide Bisnis 2023, Resep Pispang Makanan Enak Lembut di Dalam dan Renyah di Luar
Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Guntur Hamzah mengatakan bahwa ketentuan masa jabatan empat tahun untuk pimpinan KPK tidak hanya diskriminatif tetapi juga tidak adil dibandingkan dengan komisi dan lembaga negara independen lainnya.
Guntur Hamzah membandingkan masa jabatan KPK dengan masa jabatan Komnas HAM. Masa jabatan pimpinan Komnas HAM adalah lima tahun. Oleh karena itu, akan lebih adil jika pimpinan KPK memiliki mandat lima tahun.
Masa jabatan lima tahun untuk pimpinan KPK dinilai lebih bermanfaat dan efektif jika disamakan dengan komisi independen lainnya," ujarnya.
Lebih lanjut, Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengatakan bahwa masa jabatan empat tahun akan memungkinkan presiden dan DPR yang sama untuk mengevaluasi KPK sebanyak dua kali. Evaluasi dua kali terhadap KPK ini disebut-sebut dapat mengancam independensi KPK.
Oleh karena itu, kewenangan Presiden dan DPR untuk memilih atau mengangkat pimpinan KPK sebanyak dua kali dalam satu masa jabatan dapat menimbulkan beban psikologis dan konflik kepentingan bagi pimpinan KPK yang ingin mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan KPK berikutnya.
Baca Juga: FILM Black Clover Segera Rilis, Gaya Bertarung Asta di Luar Batas
Mahkamah Konstitusi (MK) menilai penting untuk menyeimbangkan ketentuan mengenai masa jabatan lembaga publik yang independen, yaitu lima tahun.
Uji materi ini diajukan oleh Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK yang menggugat UU No. 19/2019, khususnya Pasal 29E dan Pasal 34, terhadap Pasal 28D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022.
Edward Omar Sharif Hiariej Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengatakan bahwa ada dua pendapat mengenai putusan MK tersebut. Pendapat pertama, putusan MK tidak berlaku untuk pimpinan saat ini, melainkan untuk pimpinan KPK yang akan datang, sehingga masa jabatan Firli Bahuri dan kawan-kawan masih akan berakhir pada 20 Desember 2023.