WHO Menyerukan Agar Sejumlah Negara Tidak Memperlambat Pandemi Covid-19 di Dunia

- 19 Agustus 2020, 08:47 WIB
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. /

GALAMEDIA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta ke sejumlah negara untuk berbagi calon vaksin dengan negara berkembang.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, jika hal tersebut tidak dilakukan, maka pandemi Corona akan berlangsung lebih lama.

"Negara-negara yang menimbun kemungkinan vaksin Covid-19 sementara tidak memasukkan (negara) yang lain akan memperlambat pandemi," kata Tedros pada media briefing Selasa 18 Agustus 2020.

Ia pun mengeluarkan seruan terakhir bagi negara-negara untuk bergabung dengan pakta vaksin global.

Baca Juga: MC HUT Ke-75 Kemerdekaan RI di Istana Negara Ternyata Polwan Cantik Ini

WHO memiliki batas waktu hingga 31 Agustus bagi negara-negara kaya untuk bergabung dengan 'Fasilitas Vaksin Global COVAX' untuk berbagi calon vaksin dengan negara berkembang.

Tedros mengatakan dia telah mengirim surat ke 194 negara anggota WHO, meminta partisipasinya.

Selain itu, WHO juga menyuarakan keprihatinan bahwa penyebaran pandemi saat ini didorong oleh orang-orang yang lebih muda. Banyak dari mereka tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi Corona dan menimbulkan risiko besar bagi kelompok-kelompok yang rentan.

Dorongan Tedros agar negara-negara bergabung dengan COVAX datang ketika Uni Eropa, Inggris, Swiss, dan Amerika Serikat membuat kesepakatan dengan perusahaan yang menguji vaksin potensial.

Baca Juga: Suriah Kembali Memanas, Jenderal Berbintang Dua Rusia Tewas Terkena Ledakan Bom

Rusia dan China juga sedang mengerjakan vaksin, WHO khawatir kepentingan nasional dapat menghambat upaya global.

"Kita perlu mencegah nasionalisme vaksin," kata Tedros dalam siaran virtual di kantor Jenewa, WHO.

"Berbagi persediaan terbatas secara strategis dan global sebenarnya merupakan kepentingan nasional masing-masing negara," lanjut Tedros.

Komisi Eropa telah mendesak negara-negara Uni Eropa untuk menghindari inisiatif yang dipimpin WHO, dengan alasan kekhawatiran atas biaya dan kecepatannya.

Sejauh ini, fasilitas COVAX telah menarik minat dari 92 negara miskin yang mengharapkan sumbangan sukarela dan 80 negara kaya, sedikit berubah dari bulan lalu, yang akan mendanai skema tersebut, kata WHO.

Baca Juga: Virus Corona Bermutasi Jadi 10 Kali Lebih Cepat Menyebar, Ahli Penyakit Menular Sebut Itu Kabar Baik

"Namun, beberapa negara menunggu tenggat waktu 31 Agustus sebelum membuat komitmen karena persyaratan fasilitas masih diselesaikan," kata Bruce Aylward, yang memimpin inisiatif Accelerator ACT WHO untuk mempercepat pasokan diagnostik, obat-obatan, dan vaksin COVID-19.

"Kami tidak memutar senjata agar orang bisa bergabung," kata Aylward.

"Kami telah melakukan lebih banyak diskusi dengan kelompok yang lebih luas untuk mengatasi apa yang mungkin menjadi hambatan untuk berkolaborasi, masalah seputar harga, masalah seputar waktu, masalah seputar ekspektasi nasional," bebernya.

Dengan lebih dari 150 vaksin dalam pengembangan, sekitar dua belas vaksin disebut sudah masuk dalam tahap uji coba manusia dan beberapa dalam uji coba tahap akhir.

WHO mengatakan bahkan negara-negara yang menandatangani kesepakatan bilateral meningkatkan peluang mereka dengan bergabung dengan COVAX.

Baca Juga: BMKG : Tujuh Gempa Susulan Pascagempa Bermagnitudo 6,9 yang Guncang Bengkulu

"Kandidat mana yang akan berhasil, kami belum tahu," kata Mariangela Simao, asisten direktur akses obat dan vaksin WHO.

Lebih lanjut, WHO tetap khawatir bahwa infeksi di kalangan orang muda meningkat secara global. Hal ini bisa membahayakan orang tua dan orang sakit di daerah padat penduduk dengan sistem kesehatan yang lemah.

"Epidemi sedang berubah," kata direktur regional Pasifik Barat WHO, Takeshi Kasai.

"Orang-orang berusia 20-an, 30-an, dan 40-an semakin mendorong penyebaran," sebut Kasai.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x