Kisah Mucikari di Purwakarta yang Bertobat dan Hijrah Menjadi Pengurus Majelis Taklim

14 April 2021, 20:10 WIB
Anggota DPR RI Dedi Mulyadi saat berkunjung ke eks lokalisasi Cilodong, Purwakarta dan bertemu dengan mantan mucikari./dok.Dedi Mulyadi /

GALAMEDIA – Menjadi seorang mucikari tentu saja bukan cita-cita yang diimpikan oleh siapapun, tak terkecuali oleh Yani.

Terjerembab ke dunia hitam bukanlah sesuatu yang diharapkan. Namun, jalan kehidupan seseorang memang tak pernah bisa ditebak.

Yani yang dulunya sempat menjadi seorang mucikari di lokalisasi prostitusi Cilodong, Kabupaten Purwakarta, kini sudah hijrah.

Kehidupannya ia isi dengan aktivitas berjualan dan menjadi pengurus Majelis Taklim.

Baca Juga: Eks Anggota DPRD Jabar Didakwa Terima Suap Rp 9 Miliar, Sejumlah Nama Legislator Muncul dalam Dakwaan

Kisah Yani ini terungkap saat Anggota DPR RI Dedi Mulyadi membagikan kebutuhan bahan pokok ke daerah Cilodong.

Daerah prostitusi lokalisasi Cilodong dibongkar dan digusur saat Dedi Mulyadi menjabat sebagai Bupati Purwakarta.

Saat ini lokalisasi tersebut telah diubah menjadi pemukiman biasa, sentra jualan tanaman hias dan dibangun Tajug Gede Cilodong.

Dedi berkunjung ke eks lokalisasi dengan ditemani oleh H. Ujang Alim yang dulu merupakan bandar minuman keras di daerah tersebut.

Baca Juga: Waspadai Penipuan Pendaftaran Subsidi Listrik Melalui Website

Kini ia telah hijrah dan menjadi pengurus di Tajug Gede Cilodong.

"Dulu punya warung jualan bir, arak sama semua minuman keras. Untung ya besar, tahun 2001 bisa Rp 5-10 juta per minggu," ujar Ujang saat bercerita pada Dedi.

Anggota DPR RI Dedi Mulyadi saat berkunjung ke eks lokalisasi Cilodong, Purwakarta dan bertemu dengan mantan mucikari./dok.Dedi Mulyadi

Namun berjalannya waktu Ujang mengaku tak menikmati apa yang ia dapat.

Baca Juga: Tim Satgas Penanganan Covid-19 Kelurahan Harus Siaga Hadapi Datangnya Pemudik dari Luar Daerah

"Sekarang sudah berhenti dan jadi pengurus DKM di tajug. Memang dulu uang banyak tapi tidak tenang, anak sakit-sakitan. Istilahnya mah duit jurig dihakan setan," ungkapnya.

Sesampainya di lokasi pembagian bahan pokok, Dedi pun bertemu dengan Yani yang dulunya merupakan pemilik tempat prostitusi.

Saat masa jayanya ia memiliki 6 anak buah wanita penghibur yang selalu menemani tamu untuk minum miras hingga ‘ngamar’ di tempatnya.

Pada akhirnya lokalisasi tempatnya mencari uang pun digusur. Yani pun memutuskan untuk berhijrah dan meninggalkan pekerjaan yang sebelumnya memberi banyak uang.

"Dulu memang banyak uang. Tapi kalau setiap denger azan itu gelisah, pusing. Kalau sekarang alhamdullilah tidak," ujar Yani.

Tahun 2013 Yani memutuskan menjual rumahnya yang dikampung untuk modal hijrah dan bedagang. Di tahun itu ia pergi ke Tanah Suci untuk bertaubat.

Baca Juga: Pemkot Cimahi Izinkan Pedagang Makanan Berbuka Puasa Jualan di Masa Ramadhan

Kemudian ia pulang dan membuka warung di proyek pembangunan tajug yang sebelumnya adalah lokalisasi.

Meski di proyek tersebut terdapat sekitar 200 pekerja dan 18 mandor, Yani tidak merasakan untung dari berjualan nasi.

Ia bahkan mengaku merugi hingga Rp 105 juta karena banyak pegawai yang tidak bayar hingga proyek selesai.

Setelah proyek selesai Yani tetap berjualan di tajug. Namun selama pandemi ia jarang berjualan karena tajug yang merupakan tempat ibadah berbasis pariwisata itu ditutup sementara.

"Alhamdullilah kan masih ada sisa-sisa uang jadi selama tajug libur sekarang saya bikin majelis taklim setiap hari buat ibu-ibu dan anak-anak. Yang ngajar ustaz-ustaz dari tajug, kan sudah pada kenal," paparnya.

Baca Juga: Wabup Jaring Aspirasi Terkait Pemanfaatan Geothermal Wilayah Cincin Gunung Tampomas

Di tempat yang sama, Dedi Mulyadi mengatakan kunjungannya ke eks lokalisasi adalah untuk melihat kembali dampak yang telah ia lakukan dari penggusuran terdahulu.

"Dulu kita gusur, sekarang kita lihat itu orang-orang yang dibubarin berubah atau tidak. Kalau sekadar membongkar tempat prostitusi tapi manusianya tidak berubah jadi lebih baik enggak ada artinya," ujar Dedi.

Kepada Yani, Dedi berjanji akan mencarikan jalan agar utang Rp 105 juta yang seharusnya menjadi hak bisa dinikmati.

"Itu nanti bagaimana caranya kita cari jalan agar uang ibu kembali. Karena itu modal ibu dari mengubah diri. Ini orang habis makan, kerja proyek, enggak bayar," katanya.

Baca Juga: 5 Negara Paling Berpengaruh Besar Namun Sudah Bubar di Dunia, Apa Saja?

"Nanti saya bertanggung jawab mengembalikan uang itu untuk modal ibu berjualan lagi," sambung Dedi.

Dedi yang juga Ketua DKM Tajug Gede Cilodong akan membuka kembali kawasan wisata masjid jika diizinkan oleh pemerintah.

Pasalnya, selama pandemi Covid-19 banyak pedagang yang merugi karena tajug ditutup sementara dari aktivitas pariwisata umum. ***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler