Trump Mendadak Pulang ke Washington, Pejabat Militer Peringatkan Serangan Iran Tepat pada 3 Januari

1 Januari 2021, 17:34 WIB
Dokumentasi. Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan pemimpin militer senior dan Tim Keamanan Nasional di ruang kabinet Gedung Putih, di Washington, Amerika Serikat, Sabtu 9 Mei 2020. /ANTARA/Reuters/Yuri Gripas/

GALAMEDIA - Satu tahun setelah pasukan AS membunuh jenderal yang dihormati Iran Qasem Soleimani, pejabat senior termasuk militer memperingatkan ancaman pembalasan dari Iran adalah hal yang saat ini paling mengkhawatirkan bagi Amerika di awal tahun 2021.

"Saya ingin memberitahu Anda bahwa ancaman itu sangat nyata," kata seorang pejabat senior kepada The Washington Post. Ia memperingatkan akan datangnya serangan yang kompleks.

Baca Juga: Pembuat Parodi Lagu Indonesia Raya Sudah Pegang HP Saat Berusia 8 Tahun

Dikutip Gaamedia dari DailyMail, Senin (1 Januari 2021) pejabat yang sama menegaskan kondisi saat ini merupakan situasi paling mengkhawatirkan sejak pembunuhan Soleimani pada 3 Januari 2020.

Secara khusus, para pejabat AS bersiap untuk serangan Iran terhadap pasukan AS di Irak menyusul ketegangan antara perdana menteri yang didukung Washington dan pasukan pro-Teheran yang tampaknya telah mencapai titik didih.

Baca Juga: Lakukan Jumling, Kang DS Berikan Kopiah yang Dipakainya ke Jamaah

Pasukan pro-Iran menuduh Perdana Menteri Irak Mustafa Al-Kadhimi terlibat dalam serangan pesawat tak berawak di Baghdad.

Pemimpin Timur Tengah itu mendesak semua pihak tetap tenang tetapi juga memperingatkan, “Kami siap untuk konfrontasi jika perlu”.

Presiden Donald Trump mengirim gelombang kejut di seantero Iran hampir satu tahun yang lalu saat memerintahkan pembunuhan Soleimani dan letnan Iraknya, yang memicu kemarahan Iran dan sekutunya.

Baca Juga: Menkominfo Johnny G Plate Bakal Pastikan FPI Tak Nampak di Seluruh Platform Digital

Ancaman balasan Iran saat ini disebut begitu serius hingga sejumah pihak menduga hal itu melatari keputusan Trump untuk kembali ke Washington D.C. pada Kamis pagi dan melewatkan Gala Malam Tahun Baru di Mar-a-Lago.

Trump sedang berlibur di Florida ketika memerintahkan serangan terhadap Soleimani pada awal tahun 2020, dan sempat mengatakan perihal kekhawatiran akan kemungkinan balasan dari Iran dalam beberapa hari mendatang.

Baca Juga: Misteri Salah Suntik, Bukannya Antivirus Puluhan Warga Virginia Malah Divaksin Antibodi Langka Trump

Trump mengatakan serangan pesawat tak berawak pada 3 Januari merupakan tanggapan atas serangan terhadap kepentingan AS di Irak, yang sejak itu terus berlanjut.

Dengan hanya beberapa minggu tersisa di Gedung Putih, Trump melalui Twitter memperingatkan Iran jika sampai melakukan serangan.

“Amerika akan meminta pertanggungjawaban Iran.”

Selama kepresidenan Trump, AS telah mengurangi jumlah staf di Kedutaan Besar di Baghdad dan memperingatkan konsekuensi jika sampai ada orang Amerika yang terbunuh.

Baca Juga: Sengaja Rusak Ratusan Vaksin, Perawat Klinik Kesehatan Ini pun Dipecat

Pejabat Irak juga khawatir dengan kemungkinan konfrontasi antara AS dan Iran di tanah Irak di hari-hari akhir pemerintahan Trump.

Pada 20 Desember, hampir dua lusin roket menyasar kompleks diplomatik AS di Irak, dengan setidaknya satu warga sipil Irak tewas.

Serangan tadi menjadi serangkaian serangan lainnya yang dituding dilakukan Iran.

Namun Iran membantah keterlibatan apa pun bahkan ketika para pejabat AS menyebut roket diluncurkan milisi yang berkoordinasi dengan Iran.

Baca Juga: Menkominfo Johnny G Plate Bakal Pastikan FPI Tak Nampak di Seluruh Platform Digital

Trump pun melancarkan peringatan.

“Kedutaan kami di Baghdad dihantam beberapa roket pada hari Minggu. Tiga roket gagal diluncurkan. Tebak dari mana mereka berasal? IRAN."

"Kami mendengar rencana serangan tambahan terhadap Amerika di Irak. Sekadar nasihat untuk Iran: Jika satu orang Amerika saja terbunuh, Amerika akan meminta pertanggungjawaban Iran. Pikirkan itu!”

Baca Juga: REKOR, Hari Pertama Tahun 2021 Angka Covid-19 RI Bertambah Sebanyak 8.072 Kasus

Melalui Twitter, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyebut Trump 'sembarangan' menuduh Iran.

“Trump akan memikul tanggung jawab penuh atas setiap petualangannya.”

Irak yang dilanda perang hingga kini tetap terpecah menjadi wilayah bekas kekuatan pendudukan Amerika Serikat dan tetangganya Iran

Pengaruh Iran yang juga musuh bebuyutan Washington dinilai meningkat pesat sejak invasi pimpinan AS yang menggulingkan Saddam Hussein pada tahun 2003.

Baca Juga: Lanjutkan Perjuangan di Tahun 2021, AHY Siap Bantu Rakyat Melawan Ketidakadilan

Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhemi, yang menjabat pada Mei, baru-baru ini mengalami ancaman dari kelompok paramiliter pro-Iran terkait serangan roket.

Sumber-sumber keamanan mengatakan ketegangan berkobar setelah penangkapan seorang pria yang merencanakan serangan lain ke kedutaan AS, yaitu pejuang Asaib Ahl al-Haq (AAH), faksi dari jaringan paramiliter Hashed al-Shaabi.

Baca Juga: Sempat Bikin Status WhatsApp, Empat Hari Hilang Yongki Ditemukan di Lembah Bukit, Begini Kondisinya

Pejuang AAH yang marah menyebar di jalan-jalan Baghdad dan mengancam akan secara pribadi menargetkan Kadhemi kecuali saudara seperjuangan mereka dilepaskan, kata sebuah sumber.

Pasukan pro-Iran menuduh Kadhemi, yang juga kepala mata-mata Irak, terlibat dalam pembunuhan Soleimani, yang merupakan kepala operasi eksternal Pengawal Revolusi Iran, dan wakil pemimpin Hashed Abu Mahdi al-Muhandis.

Baca Juga: Fahri Famzah Tiba-tiba Berkicau Ungkit Soal Jebakan: Ini Semua Menuju ke Mana?

Kataeb Hezbollah, faksi garis keras Hashed lainnya, telah menambah tekanan setelah seorang juru bicaranya mendesak Kadhemi untuk tidak menguji kesabaran mereka.

Perang kata-kata antara pihak pro-Iran dan Irak telah meningkatkan ketegangan di negara yang tetap rapuh secara politik setelah bertahun-tahun perang dan pemberontakan.

Baca Juga: Sosialisasi Perubahan Perilaku Salah Satu Upaya Pemerintah Menekan Penularan Covid-19

Kini semua diperburuk oleh pandemi virus korona yang mengguncang ekonominya di tengah penurunan tajam permintaan minyak dunia.

Kurangnya kekuatan politik dan militer untuk pertarungan langsung, membuat pemerintah Irak memilih dialog.

Juru bicara utama perdana menteri yang terbilang dekat dengan Iran, Abu Jihad al-Hashemi, berada di Teheran pekan lalu untuk mencoba menengahi, kata seorang pejabat tinggi Irak kepada AFP.

Baca Juga: Brimob PMJ Kerahkan Ratusan Personel, Turun ke Jalanan di DKI Jakarta Usai Pergantian Tahun

Dia kemungkinan mencoba meyakinkan Teheran untuk menghentikan sekutunya di Irak melancarkan serangan lebih lanjut terhadap AS dan situs diplomatik atau militer asing lainnya, kata Jiyad.

Harapannya adalah mempertahankan situasi yang saat ini relatif tenang setelah pada Oktober lalu kelompok-kelompok garis keras setuju untuk menghentikan serangan dalam waktu yang tidak terbatas.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: dailymail

Tags

Terkini

Terpopuler